Fenomena Udara di Pulau Jawa Terasa Dingin, Begini Penjelasan BMKG

ilustrasi udara dingin di Jawa (Foto / Istimewa) ilustrasi udara dingin di Jawa (Foto / Istimewa)

JAKARTA : Udara yang terasa lebih dingin saat malam tiba di beberapa daerah di Pulau Jawa, termasuk di Dieng, Jawa Tengah dan Jawa Timur, belakangan ini ramai diperbincangkan. Masyarakat menghubungkan kondisi ini dengan fenomena aphelion. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebut fenomena suhu udara dingin sebetulnya merupakan fenomena alamiah yang umum terjadi di bulan-bulan puncak musim kemarau, yakni Juli - September.

Saat ini wilayah Pulau Jawa hingga NTT menuju periode puncak musim kemarau. Periode ini ditandai pergerakan angin dari arah timur, yang berasal dari Benua Australia. "Pada bulan Juli, wilayah Australia berada dalam periode musim dingin. Massa udara dingin dan kering," kata Deputi Bidang Klimatologi BMKG Herizal, Rabu 7 Juli 2021.

Herizal mengatakan adanya pola tekanan udara yang relatif tinggi di Australia menyebabkan pergerakan massa udara dari Australia menuju Indonesia atau dikenal dengan istilah Monsoon Dingin Australia. Angin monsun Australia yang bertiup menuju wilayah Indonesia melewati perairan Samudera Indonesia yang memiliki suhu permukaan laut juga relatif lebih dingin.

BACA JUGA : Deni Sasa, Biduan Dangdut Koplo Kini Jualan Pecel dan Es Dawet

"Ini mengakibatkan suhu di beberapa wilayah di Indonesia terutama bagian selatan khatulistiwa (Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara), terasa juga lebih dingin,” kata Herizal.

Selain dampak angin dari Australia, berkurangnya awan dan hujan di Pulau jawa hingga Nusa Tenggara turut berpengaruh ke suhu yang dingin di malam hari. Sebab, tidak adanya uap air dan air menyebabkan energi radiasi yang dilepaskan oleh bumi pada malam hari tidak tersimpan di atmosfer. Tak hanya itu, langit yang cenderung bersih awannya (clear sky) akan menyebabkan panas radiasi balik gelombang panjang ini langsung dilepas ke atmosfer luar.

“Ini kemudian membuat udara dekat permukaan terasa lebih dingin terutama pada malam hingga pagi hari. Hal ini yang kemudian membuat udara terasa lebih dingin terutama pada malam hari,” katanya.

Mengenai aphelion yang berdampak pada suhu udara saat malam, Herizal mengatakan bahwa posisi matahari memang berada pada titik jarak terjauh dari bumi (aphelion). Tapi, kondisi tersebut tidak berpengaruh banyak pada fenomena atmosfer permukaan. Aphelion merupakan fenomena astronomis yang terjadi setahun sekali pada kisaran bulan Juli.

“Sementara itu, pada waktu yang sama, secara umum wilayah Indonesia berada pada periode musim kemarau. Hal ini menyebabkan seolah aphelion memiliki dampak yang ekstrem terhadap penurunan suhu di Indonesia,” katanya.

Fenomena ini merupakan hal yang biasa terjadi tiap tahun. Bahkan hal ini pula yang nanti dapat menyebabkan beberapa tempat seperti di Dieng dan dataran tinggi atau wilayah pegunungan lainnya, berpotensi terjadi embun es (embun upas) yang dikira salju oleh sebagian orang.

Sementara itu, Deputi Bidang Meteorologi, Guswanto mengatakan berdasarkan pengamatan BMKG di seluruh wilayah Indonesia, saat ini memang rata-rata suhu minimum dan maksimum di wilayah Indonesia bagian selatan ekuator seperti Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara umumnya lebih rendah dibandingkan wilayah lainnya yang berada di utara dan/atau di sekitar ekuator.

“Suhu udara minimum berkisar antara 14 - 21 derajat Celsius dengan suhu terendah tercatat di Maumere dan Tretes (Pasuruan)” ujar Guswanto.

 


(ADI)

Berita Terkait