MOJOKERTO : Tim arkeologi Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur akhirnya melakukan ekskavasi tahap pertama situs Watessumpak di Kabupaten Mojokerto setelah 14 tahun ditemukan. Ekskavasi situs yang terletak di tengah perkebunan jagung di Dusun/Desa Watesumpak, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto ini berlansung selama 10 hari, mulai 17 sampai 26 September 2022.
Koordinator Tim Ekskavasi Situs Watesumpak Vidi Susanto mengatakan, tim fokus menampakam denah struktus, dimensi, dan fungsi bangunan situs tersebut. “Target kami untuk menampakkan denah struktur ini, dimensi, orientasi struktur dan fungsi bangunan ini berdasarkan data struktur dan temuan-temuan lepas,” katanya, Rabu 21 September 2022.
Tim ekskavasi menemukan sejumlah barang penting hasil. Antara lain, keramik dan tembikar dalam keadaan pecahan-pecahan. Dari hasil analisis, artefak tersebut berasal dari Tingkok era Dinasti Yuan pada abad 10-12. Menurut Vidi yang juga merupakan Arkeolog BPCB Jatim, abad 10-12 itu sudah masuk masa kerajaan Majapahit.
“Keramik yang kami temukan hijau dan putih. Kebanyakan bekas mangkuk, cenderung dari Dinasti Yuan dari abad ke-10-12. Sudah masa Majapahit,” bebernya.
Temuan tembikar atau perabotan rumah tangga terbuat dari keramik dan tanah liat. Yakni, berupa guci, mangkuk, pedupaan dan jambangan. Saat ini, penemuan benda-benda tersebut tengah diteliti tim ekskavasi untuk memastikan kaitannya dengan bangunan situs.
Dalam area situs ini, nampak sebagian besar masih berupa gundukan tanah seluas 28 x 22 meter persegi dengan ketinggian 4-5 meter. Di puncaknya terdapat 4 makam yang diyakini sebagai leluhur warga setempat.
Baca juga : Ekskavasi Situs Mbah Blawu Jombang, BPCB Jatim Temukan Dinding Candi Kuno
Struktur sisi barat Situs Watesumpak sudah nampak sebagian. Yaitu berupa 3 umpak berbahan bata merah kuno berjajar dari selatan ke utara. Struktur di sebelah timur umpak terlihat sudah hancur.
Nampak pula struktur berundak di sudut timur laut. Bangunan berundak inilah yang membuat warga sempat sejak dulu meyakini situs ini sebagai candi. Terdapat ornamen motif geometris di dindingnya.
Selain menemukan artefak, tim ekskavasi juga menemukan puncak miniatur candi di sebelah barat struktur. Pada zaman dulu kala, miniatur candi biasanya diletakkan di tempat tertentu di perumahan sebagai tempat untuk mendoakan arwah para leluhur.
“Undakan itu lebarnya hanya 15 cm. Tidak mungkin untuk orang naik. Sehingga menurut saya itu bukan struktur tangga,” jelas Vidi.
Vidi masih bertanya-tanya fungsi bangunan situs. Karena ada yang menganggap bangunan situs merupakan candi. Namun pihak belum menemukan referensi sejarah maupun temuan prasasti yang menjelaskan fungsi bangunan purbakala di Situs Watesumpak.
Ia mempunyai dugaan awa bahwa situs ini mengarah ke bekas permukiman. Dugaan itu diperkuat oleh sejumlah temuan di area bangunan situs. Yakni pecahan genting, bubungan atau puncak atap bangunan, serta ukel atau hiasan atap bangunan.
“Ada yang mengnggap situs ini candi yang sifatnya suci. Sementara yang kita temukan disini sifatnya profan. Bisa dikata lebih mengarah ke permukiman. Ini yang sedang kita cari, apakah ini memang benar-benar candi atau permukiman,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, ada temuan berupa umpak berbentuk persegi panjang terbuat dari batu bata. Dari data yang ia kantongi dan berdasarkan cerita warga, disekitar lokasi situ terdapat potensi arkelogi.
“Kalau melihat lingkungan sekitarnya, ada indikasi di sekitar sini potensi arkeologinya cukup tinggi. Seperti ada temuan sumur jobong dan sumur bulat dari bata di sisi barat, ada struktur memanjang di sebelah timur situs ini,” paparnya.
Sedangkan di sisi selatan terdapat informasi dari masyarakat ada gapura yang sudah dirusak aktivitas pertanian dan pengambilan bata merah. Pengurusakan itu tidak terlepas dari keberadaan situs tersebut berada permukiman padat penduduk.
“Jadi, Watesumpak ini berkaitan dengan permukiman yang cukup padat,” tukasnya.
Ia berpendapat disekitar Desa Watesumpak memang terdapat situs candi jika merujuk pada peta catatan topografi buatan Rona Oudheidkungdige Dienst (ROD) atau Lembaga Purbakala Hindia Belanda topografi tahun 1915. Sanyang, dalam catatan tersebut tidak dijelaskan bentuk dan letak candinya.
“Saya yakin tidak disini (area situs Watesumpak). Tidak dijelaskan candinya,” katanya.
Sedangkan terkait dengan 4 makam di atas Situs Watesumpak, ternyata sudah ada puluhan tahun silam. Vidi merujuk pada peta topografi buatan Belanda tahun 1882-1892. Di peta tersebut, situs ini digambarkan berupa gundukan tanah dengan makam di puncaknya. Namun, gundukan tanah itu bukanlah candi.
“Di peta topografi Belanda tahun 1882-1892, tanahnya udah berupa gundukan dan terdapat makam di atasnya,” pungkasnya.
(ADI)