SURABAYA: Sebanyak 913 desa/kelurahan yang tersebar di 26 kabupaten di Jawa Timur (Jatim), terancam mengalami kekeringan ekstrem. Diperkirakan, puncak kekeringan di Jatim terjadi di musim kemarau Juli 2023 mendatang.
Kepala BPBD Jatim, Gatot Soebroto, mengatakan kekeringan menjadi ancaman yang semakin besar dialami mayarakat di tengah laju perubahan iklim saat ini. BPBD provinsi maupun kabupaten/kota diminta untuk bersiap menyuplai air bersih kepada masyarakat.
"Kami siap dengan droping air kalau seandainya ada penambahan titik-titik kering kritis. Kami perkirakan puncak kekeringan terjadi pada Juli 2023,” ujarnya.
BACA: Waspada, Gelombang Tinggi 11-12 Mei
Kewaspadaan terutama harus dilakukan oleh masyarakat yang desa atau wilayahnya sudah terdampak kekeringan sejak beberapa tahun ke belakang. Karena kemungkinan besar mereka akan kembali mengalami kekeringan, bahkan dengan tingkat lebih parah.
913 Desa Terancam
Berdasarkan data BPBD Jatim, ada sebanyak 913 desa/kelurahan yang tersebar di 26 kabupaten yang terdampak kekeringan tahun lalu. Jumlah tersebut dibagi menjadi tiga kategori, yaitu kering kritis sebanyak 513 desa, kering langka 303 desa, dan kering langka terbatas sebanyak 101 desa.
"Informasi dari BMKG terkait pancaroba dan puncak musim panas terjadi di bulan Juli. Mulai sekarang sudah kami siapkan antisipasinya," ujarnya.
Soal daerah di Jatim yang meminta droping air bersih, Gatot menegaskan, saat ini masih dalam proses pendataan. BPBD Kabupaten/Kota juga diminta melakukan analisa di wilayahnya masing-masing. "Intinya kami siap melakukan droping air bersih guna mengantisipasi kekeringan,” ujar Gatot.
Sementara terkait kondisi krisis air bersih yang menimpa warga Kampung Polay, Dukuh Ampenang, Desa Jatisari, Kecamatan Arjasa, Kabupaten Situbondo, akibat rusaknya mesin pompa sumur bor juga telah tertangani secara terpadu dari Pemprov Jatim dan Pemda Situbondo. BPBD Jatim langsung mengirimkan bantuan air bersih kepada warga terdampak yang berjumlah 141 KK atau sekitar 425 jiwa.
(TOM)