Ajukan Eksepsi, Bupati Non Aktif Nganjuk Novi Sebut Dakwaan Jaksa Tak Jelas

Sidang dugaan suap dalam jual beli jabatan dengan terdakwa Bupati non aktif Nganjuk Novi Rahman Hidhayat (Foto / Metro TV) Sidang dugaan suap dalam jual beli jabatan dengan terdakwa Bupati non aktif Nganjuk Novi Rahman Hidhayat (Foto / Metro TV)

SURABAYA : Sidang dugaan suap dalam jual beli jabatan dengan terdakwa Bupati non aktif Nganjuk Novi Rahman Hidhayat kembali digelar di Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin 6 September 2021. Sidang kedua ini dengan agenda mendengarkan pembacaan eksepsi terdakwa. Novi melawan dakwaan jaksa yang dianggap kabur dan tidak jelas.

Nota pembelaan itu dibacakan oleh kuasa hukum Novi, Ade Dharma Maryanto. Saat membacakan eksepsinya, ia menyebut ada beberapa hal yang dianggap membuat kabur dakwaan jaksa terhadap kliennya. Pertama, dalam dakwaan jaksa disebutkan soal uang Rp672 juta yang ditemukan dalam brankas pribadi terdakwa. Ade menyebut, uang itu merupakan uang pribadinya sebagai pengusaha.

"Tidak ada larangan bagi terdakwa untuk menyimpan uangnya dalam dalam brankas. Apalagi selain bupati ia adalah pengusaha. Sehingga uang itu tidak dapat dijadikan bukti," terangnya.

Ia menambahkan, dalam dakwaan jaksa menyebutkan, ada dua nominal uang yang dipermasalahkan. Uang pertama sebesar Rp672,9 juta yang disita dalam brankas atau nominal kedua sebesar Rp255 juta yang diberikan oleh M Izza Muhtadin sang ajudan.

BACA JUGA : Geledah Rumah Anak Tiri, KPK Usut Dugaan Pencucian Uang pada Kasus Jual Beli Jabatan Bupati Probolinggo

"Nah ini yang tidak jelas. Padahal, uang yang disita total semua ada di brankas yang enam ratus sekian juta itu. Makanya dakwaannya kita anggap tidak jelas dan kabur," tambah Ari Hanz, kuasa hukum lainnya.

Selain itu, dalam dakwaan jaksa juga ada ketidakjelasan istilah yang digunakan yakni istilah suap dan gratifikasi. Menurut Ari, itu merupakan dua perbuatan yang berbeda tetapi disusun dalam satu dakwaan. Sehingga JPU dianggap tidak konsisten dalam menyusun surat dakwaan, dalam hal ini terkait apakah terdakwa melakukan penyuapan atau gratifikasi.

"Pengaturan suap dan gratifikasi adalah berbeda, definisi maupun sanksinya. Hal ini tentu merugikan terdakwa untuk membela hak-haknya. Ini (perkara) suap atau gratifikasi, ini tidak jelas," pungkasnya.

Terakhir, soal copy paste pada dakwaan. Ia menyebut, jaksa telah melakukan copy paste pada ketiga dakwaan. Ia menyebut, pada dakwaan kedua dalam perkara ini berbentuk alternatif. Namun, tidak memenuhi patokan standar sebagai syarat sebuah surat dakwaan yang berbentuk alternatif.

"Surat dakwaan berbentuk alternatif adalah surat dakwaan yang menuduhkan dua tindak pidana atau lebih yang sifatnya alternatif atau saling mengecualikan antara satu dengan yang lain. Maka seharusnya pada uraian perbuatan pidana dalam setiap bentuk dakwaan tidak boleh sama. Dan jaksa telah melakukan copy paste pada ketiga dakwaannya," tegasnya.

Terkait dengan hal itu, ia pun meminta pada hakim agar membatalkan seluruh dakwaan jaksa serta meminta agar membebaskan terdakwa dari semua dakwaan yang ada. "Dakwaan kabur dan tidak jelas. Kita minta pada hakim agar membatalkan dakwaan serta membebaskan terdakwa dari semua dakwaan yang ada," tambah Ade.

Menanggapi hal ini, Jaksa Penuntut Umum dari Kejari Nganjuk, Andie Wicaksono mengatakan, pihaknya akan membuat tanggapannya pada minggu depan. "Kita akan berikan tanggapan minggu depan," ungkapnya.

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap tangan Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat dalam dugaan tindak pidana korupsi jual beli jabatan di lingkungan Pemkab Nganjuk. Dalam dakwaannya, terdakwa Novi Rahman Hidhayat sebagai penyelenggara negara atau tepatnya sebagai Bupati Nganjuk dalam masa jabatan tahun 2018-2023 didakwa menyalahgunakan kekuasaannya. Terdakwa dianggap sengaja mendapatkan uang dengan tidak melaksanakan kewajibannya sebagai Bupati Nganjuk dalam seleksi pengisian perangkat desa.


(ADI)

Berita Terkait