JAKARTA: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Wakil Ketua Pengadilan Negeri Surabaya klas IA khusus Dju Johnson Mangngi terkait kasus dugaan suap yang menyeret tersangka Hakim Itong Isnaeni Hidayat.
Dalam pemeriksaan pada Jumat, 11 Februari 2022 lalu, Johnson diminta menjelaskan proses pemilihan Hakim Itong Isnaeni Hidayat dalam persidangan PT Soyu Giri Primedika.
"Yang bersangkutan hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait dengan terbitnya penetapan penunjukkan tersangka IIH (Itong Isnaeni Hidayat) sebagai Ketua Majelis Hakim yang menyidangkan perkara gugatan PT SGP (Soyu Giri Primedika)," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Senin, 14 Februari 2022.
KPK enggan memerinci lebih lanjut proses pemilihan sidang itu. Namun, penyidik juga mengulik cara Itong menyidangkan perkara itu dari empat saksi lain yang diperiksa pada Jumat, pekan lalu.
BACA: Kasus Hakim Itong, Wakil Ketua PN Surabaya Diperiksa KPK
"Para saksi hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait dengan proses persidangan gugatan PT SGP di Pengadilan Negeri Surabaya," ujar Ali,
Empat saksi lainnya yakni dua Advokat Michael Christ Harianto dan Yeremias Jeri Susilo, Pengacara Lilia Mustika Dewi, serta Staf Accounting PT Teduh Karya Utama Hervien Dyah Oktiyana.
Keterangan mereka semua sudah dicatat dalam berita acara pemeriksaan. KPK yakin keterangan mereka bisa menguatkan tudingan penyidik terhadap Itong dalam kasus dugaan suap pengurusan perkara di Pengadilan Negeri Surabaya.
KPK menetapkan tiga tersangka dalam kasus ini. Mereka, yakni Hakim nonaktif Itong Isnaeni Hidayat, Panitera Pengganti Hamdan, dan Pengacara Hendro Kasiono.
KPK menyita uang Rp140 juta sebagai barang bukti. Uang merupakan tanda jadi awal agar Itong memenuhi keinginan Hendro terkait permohonan pembubaran PT Soyu Giri Primedika.
Hendro dijerat Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara itu, Itong dan Hamdan dijerat Pasal 12 huruf c atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
(TOM)