Tidak Bisa Hidup Tanpa Media Sosial? Mungkin Kamu Mengalami Gangguan Jiwa Ini

Ilustrasi orang kecanduan media sosial. Foto: Pexels.com Ilustrasi orang kecanduan media sosial. Foto: Pexels.com

Clicks: Ketika tidak ada suatu hal yang sedang dikerjakan, pasti kalian akan membuka smartphone untuk mengecek media sosial, seperti Instagram, TikTok, Twitter, hingga Facebook. Jangankan ketika gabut, sedang kerja pun kebanyakan orang akan menyempatkan waktu untuk membuka media sosial tersebut.

Tidak semua orang merasakan hal itu, tetapi pada kasus-kasus tertentu, seseorang bisa merasa khawatir dan cemas ketika tidak membuka media sosial. Bahkan, ada yang sampai merasa takut ketika tidak terhubung dengan akun media sosialnya meski hanya terlewat beberapa menit.

Ketika kalian telah mengalami gejala-gejala yang tadi disebutkan, sebaiknya kalian waspada. Secara tidak sadar, mungkin kalian telah mengalami sebuah gangguan jiwa yang disebut fear of missing out atau FoMO. 

Apa itu FoMO?

Faktanya, kata tersebut telah ditambahkan ke kamus bahasa Inggris Oxford pada 2013. Dilansir dari Time, sebuah studi mendefinisikan FoMO sebagai perasaan tidak nyaman dan terkadang melelahkan yang dialami seseorang. Perasaan itu muncul ketika seseorang melewatkan sesuatu yang dilakukan oleh teman-temannya atau melihat kerabatnya memiliki suatu hal yang lebih banyak dan lebih baik dari seseorang itu. 

Tentunya, FoMO bukanlah hal yang baik dan perlu ditekan. Fenomena tersebut membuat kalian tidak keluar dari lingkaran yang sedang dimiliki. Seperti kalian terus berlari di sekitar roda dunia digital yang itu-itu saja. 

Cara meminimalisasi FoMO

Apabila kalian merasa mengalami gangguan mental ini. Kabar baiknya, terdapat langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk meminimalisasi FoMO. 

Dilansir dari Very Well Mind, penelitian menunjukkan bahwa rasa takut ketinggalan tersebut bisa berasal dari ketidakbahagiaan dan ketidakpuasan dengan kehidupan. Hal itulah yang membuat kalian seringkali merasa iri dan dengki ketika melihat kehidupan teman kalian yang lebih baik.

Berikut hal-hal yang bisa membantu kalian menekan FoMO dalam diri:

•    Ubah fokus kalian

Manusia sering kali memfokuskan pikiran pada kekurangan yang dimiliki. Bukannya, memerhatikan apa yang dimiliki. Walaupun, ini lebih mudah diucapkan dari pada dilakukan, cobalah untuk tidak mengunggah gambar ataupun hal-hal yang tidak dimiliki di media sosial. 

Tambahkan lebih banyak orang-orang yang memiliki aura positif dalam lingkaran digital kalian. Sembunyikan orang yang cenderung terlalu membual atau tidak mendukung kalian.

•    Buat jurnal

Ketika kalian melakukan suatu hal yang menyenangkan hati, tentunya kalian akan mengunggahnya di media sosial. Tetapi, seringkali itu dilakukan secara berlebihan.

Akan lebih baik, jika kalian mengambil beberapa foto dan kenangan secara offline. Lalu, membuat jurnal pribadi tentang kenangan atau momen terbaik yang pernah kalian alami.

Membuat jurnal dapat membantu kalian mengalihkan fokus dari persetujuan publik menjadi apresiasi pribadi akan suatu hal yang menurut kalian hebat. Pergeseran ini kerap kali dapat membantu kalian keluar dari siklus media sosial dan FoMO.

•    Perluas koneksi di dunia nyata

Kebanyakan orang memiliki koneksi yang lebih luas di media sosial dibandingkan dalam kehidupan nyata. Perasaan kesepian sebenarnya adalah cara otak kita memberitahu bahwa kita sedang ingin mencari koneksi yang lebih luas dengan orang lain. Tentunya, itu akan meningkatkan rasa memiliki.

Sayangnya, media sosial tidak berperan besar untuk menangani rasa kesepian tersebut. Malah, terkadang kalian akan merasa semakin kesepian setelah membuka media sosial. Daripada mencoba untuk lebih terhubung dengan orang-orang di media sosial, mengapa tidak bertemu dengan seseorang secara langsung saja?

Melakukan perjalanan bersama teman baik atau keluarga, tentunya akan merilekskan pikiran. Kegiatan sosial juga dapat membantu kalian menghilangkan perasaan bahwa kalian ketinggalan.

•    Jangan lupa bersyukur

Terkadang manusia lupa untuk bersyukur atas apa yang telah dimiliki selama hidup. Itulah salah satu faktor yang membuat kita selalu fokus pada kekurangan, bukannya kelebihan yang dimiliki.

Penelitian menunjukkan bahwa terlibat dalam aktivitas yang meningkatkan rasa syukur, seperti menulis jurnal atau sekadar memberi tahu orang lain apa yang kalian hargai darinya dapat mengangkat semangat kalian. 

Peningkatan suasana hati mungkin yang kalian butuhkan untuk melepaskan diri dari perasaan tertekan dan cemas. Mungkin saja, kalian tidak akan tergoda lagi membuka media sosial ketika telah mensyukuri apa yang dimiliki. Tentunya, sikap ini sangat bagus untuk kesehatan mental dan emosional kalian.


(SYI)

Berita Terkait